Lombok Utara, NTB – Krisis air bersih yang semakin parah dan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas PT Tiara Cipta Nirwana (PT TCN) di Gili Meno, Gili Trawangan, dan Gili Air, memunculkan gelombang protes dan tuntutan dari masyarakat, WALHI NTB, dan anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara. Pada Kamis, 14 November 2024, pertemuan lanjutan diadakan untuk mendiskusikan langkah-langkah konkret yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD guna menyelesaikan masalah krisis air bersih yang melanda Gili meno , trawangan dan kerusakan ekosistem, audiensi ini dihadiri beberapa OPD terkait seperti Kadis PU, Kepala BAPPEDA, Direktur PDAM, Kepala BPBD dan Kadis Pariwisata Kabupaten Lombok Utara.
Krisis Air Bersih Semakin Parah
Krisis air bersih di kawasan Gili Meno, telah mencapai titik kritis. Warga Gili Meno, yang sejak 2021 telah mengajukan petisi penolakan terhadap PT TCN, kini merasakan dampak nyata dari kurangnya pasokan air bersih. Masrun, perwakilan warga Gili Meno, menyatakan, “Kami sudah tidak bisa bertahan lagi. Air tandon yang ada tidak mencukupi, bahkan ternak kami banyak yang mati karena dehidrasi. Kini, kami harus membeli air dari luar pulau, namun itu pun tidak cukup untuk kebutuhan kami sehari-hari.”
Amri Nuryadin, Direktur WALHI NTB, menambahkan bahwa masalah ini bukan hanya tentang ketersediaan air, tetapi juga dampak kerusakan lingkungan yang parah. “Aktivitas PT TCN, yang seharusnya membantu menyediakan air bersih, justru telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Limbah dari perusahaan ini telah mencemari perairan dan memperburuk ekosistem laut di sekitar Gili Matra, ” kata Amri. Ia juga menyebutkan bahwa PT TCN telah melakukan pelanggaran besar dengan terus beroperasi meskipun izin pemanfaatan ruang laut mereka telah dicabut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). "Kami mendesak pemerintah untuk tegas dalam menegakkan hukum dan menghentikan aktivitas PT TCN yang merusak lingkungan hidup, " ujar Amri.
Penegakan Hukum atas Pelanggaran PT TCN
Salah satu isu utama yang dibahas dalam audiensi adalah penegakan hukum terhadap PT TCN yang telah melanggar berbagai peraturan, termasuk pencemaran lingkungan dan pelanggaran administratif terkait izin usaha. Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Lombok Utara, mengungkapkan, "Kami telah melakukan audiensi dengan KKP, PDAM, dan Pemda, dan kami mendapat informasi bahwa izin PT TCN telah dicabut oleh KKP, bahkan pengajuan izin mereka telah ditolak sebanyak 3 kali. Namun, mereka tetap beroperasi. Ini adalah pelanggaran yang sangat serius dan kami meminta agar penegakan hukum segera dilakukan."
Anggota DPRD lainnya, Nasrudin, menambahkan bahwa Pemda seharusnya tidak mempertahankan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dengan PT TCN, mengingat pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan tersebut. “Kami sudah meminta dokumen terkait KPBU ini sejak beberapa tahun lalu, namun sampai sekarang belum ada kejelasan. Kenapa Pemda masih mempertahankan kerjasama ini? Ini harus segera dihentikan, ” tegas Nasrudin.
Ferry Widodo, perwakilan Eksekutif Nasional WALHI, juga menyampaikan bahwa KPBU yang ada tidak memperhitungkan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Hidup (UUPLH). “Salah satu kejanggalan dalam KPBU ini adalah tidak dimasukkannya UUPLH sebagai dasar hukum, yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, ” kata Ferry.
Solusi Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Dalam audiensi tersebut, DPRD dan Pemda Lombok Utara menyepakati beberapa langkah untuk menangani krisis air bersih, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kepala PDAM Lombok Utara, yang turut hadir dalam pertemuan, menjelaskan bahwa pihaknya siap menyediakan air bersih tambahan untuk Gili Meno melalui distribusi tandon air sementara. "Kami akan memaksimalkan distribusi air bersih sementara untuk mengatasi kebutuhan dasar masyarakat. Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait, " ujar Kepala PDAM.
Namun, solusi jangka panjang yang lebih permanen, yakni pembangunan pipa bawah laut untuk mengalirkan air bersih dari Gili Air ke Gili Meno dan Gili Trawangan, masih terhambat oleh kebijakan KPBU yang mengikat Pemda dengan PT TCN. PDAM mengungkapkan bahwa meskipun pipa bawah laut sudah direncanakan, pembangunan tersebut belum bisa dilakukan karena adanya keterbatasan akibat KPBU yang masih berlaku.
Pimpinan rapat sekaligus Ketua DPRD, Agus Jasmani, menekankan pentingnya solusi yang jelas dan cepat untuk mengatasi krisis ini. “Kami mendesak agar Pemda segera mengambil tindakan konkret, jangan sampai masalah ini berlarut-larut. Jika tidak, masyarakat akan semakin kecewa dan bisa saja datang ke kantor Bupati atau DPRD untuk menuntut kejelasan, ” ujar Agus.
Anggota DPRD lainnya, Nyakradi, mengingatkan bahwa Gili Matra, yang mencakup Gili Meno, Gili Trawangan, dan Gili Air, bukan hanya menjadi wajah Lombok Utara, tetapi juga merupakan wajah pariwisata Indonesia di kancah internasional. “Krisis air bersih ini tidak hanya berdampak pada masyarakat lokal, tetapi juga mencoreng citra pariwisata Indonesia di dunia internasional, ” ujarnya.
Nasrudin, juga menegaskan bahwa Pemda harus segera meninjau kembali KPBU yang ada dengan PT TCN. “Kami tidak bisa berdiam diri ketika perusahaan yang jelas-jelas merusak lingkungan dan mengabaikan hak rakyat terus dibiarkan beroperasi. Kami meminta Bupati untuk segera meninjau ulang kerjasama ini, ” tegas Nasrudin.
Tuntutan Warga Gili Meno
Masyarakat Gili Meno yang hadir dalam audiensi tersebut, dengan tegas menyampaikan tuntutan mereka agar pemerintah segera mengambil tindakan nyata untuk mengatasi krisis air dan kerusakan lingkungan. Mereka menuntut agar:
Penghentian Total Operasional PT TCN: Mengingat PT TCN telah merusak lingkungan dan melanggar izin, warga menuntut penghentian seluruh kegiatan perusahaan tersebut.
Rehabilitasi Ekosistem Laut: PT TCN diminta untuk bertanggung jawab atas kerusakan ekosistem terumbu karang dan perairan yang telah tercemar.
Pemenuhan Hak atas Air Bersih: Pemerintah harus menyediakan akses air bersih yang aman dan terjangkau bagi warga Gili Meno.
Penegakan Hukum: Aparat penegak hukum diminta untuk segera menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh PT TCN dan memastikan perusahaan tersebut bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan.
Review KPBU: DPRD diminta untuk mendorong Pemda melakukan peninjauan kembali terhadap KPBU dengan PT TCN.
Pembangunan Infrastruktur Air Bersih: Pemerintah harus segera mewujudkan rencana pembangunan pipa bawah laut untuk memastikan distribusi air bersih yang berkelanjutan.
Di akhir audiensi, warga menegaskan bahwa Pemda harus tegas dalam memutus kontrak/KPBU dengan perusahaan yang telah melakukan pelanggaran, serta segera melanjutkan penyaluran air melalui pipa bawah laut yang diperkirakan hanya membutuhkan waktu 3-4 bulan. Warga juga meminta agar seluruh OPD memaksimalkan upaya droping air dengan skema pengangkutan yang memadai dan memastikan adanya jaminan bagi warga yang hadir, termasuk penambahan volume air agar mencukupi kebutuhan mereka.
Poin Penting Audiensi
Ketua DPRD Agus Jasmani merangkum hasil pertemuan dengan poin-poin sebagai berikut:
Penambahan Titik Droping Air: Volume droping air akan ditambah dari 5 titik menjadi 10-15 titik untuk memenuhi kebutuhan warga.
Penghentian Kerjasama dengan PT TCN: DPRD akan merekomendasikan kepada Pemda untuk meninjau dan memutus KPBU dengan PT TCN.
Pemasangan Pipa Bawah Laut: Memprioritaskan pemasangan pipa bawah laut sebagai solusi jangka panjang yang berkelanjutan.
Dengan adanya audiensi ini, diharapkan Pemda Lombok Utara dapat segera menyelesaikan masalah ini dengan solusi yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan. Warga Gili Meno menegaskan bahwa mereka akan terus memperjuangkan hak mereka atas air bersih dan lingkungan yang sehat tanpa rasa takut. (red)
Baca juga:
Aipda Sukardin Disayang Warga Binaan
|